Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri
(HAKI)
A. Pengertian Hak
Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
Hak kekayaan
intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari
hasil kerja otak yang peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik
dan psikologis manusia serta hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio
manusia yang menalar, hasil kerjaanya berupa benda immateril (benda yang tidak
berwujud). Hasil kerja otak dirumuskan sebagai intelektualitas dan orang yang
mampu mengoptimalkan peranan kerja otaknya disebut dengan orang yang
terpelajar, mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional menggunakan
logika (metode berpikir, cabang filsafat). Oleh karena itu, hasil pemikirannya
disebut rasional atau logis, sedangkan orang yang tergabung dalam kelompok ini
disebut juga kaum intelektual.
Menurut Prof. Mahadi
barang yang dimaksudkan oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda
materil, sedangkan hak adalah benda immateril dari uraian tersebut sejalan
dengan klasifikasi benda menurut pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan benda
ke dalam kelompok benda berwujud dan benda tidak berwujud. Salah satu contoh
dari benda yang bersifat immateril adalah irama lagu merupakan, hal ini dikarenakan
irama lagu tercipta, karena hasil penalaran manusia melalui proses berpikir menggunakan
otak. Berbeda misalnya dengan hasil kerja fisik yaitu petani mencangkul, menanam,
menghasilkan buah-buahan, buah-buahan tersebut adalah hak milik materil atau benda
berwujud.
Benda immateril atau
benda tidak berwujud berupa hak dapat di contohkan seperti hak tagih, hak atas
bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak atas benda berupa
jaminan, hak atas kekayaan intelektual dan lain sebagainya. Menurut PITLO, yang
dikutip oleh Prof. Mahadi mengemukakan bahwa serupa dengan hak tagih, hak
immateril sendiri tidak mempunyai benda (berwujud) sebagai objeknya. Hak milik
immateril termasuk ke dalam hak-hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Oleh
karena itu, hak milik immateril itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hak
benda. Selanjutnya, hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda berwujud,
tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud yaitu disebut dengan
hak atas kekayaan intelektual.
Hak
kekayaan intelektual diklasifikasikan dalam bidang hukum perdata yang merupakan
bagian dari hukum benda yang khususnya mengenai hukum benda yang terdapat
pengaturan tentang hak kebendaan. Hak kebendaan sendiri, terdiri atas hak benda
materil dan immateril. Hak benda immateril dalam kepustakaan hukum sering
disebut dengan istilah hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual
(Intellectual Property Rights) yang terdiri dari copy rights (hak
cipta) dan hak kekayaan perindustrian (Industrial Property Rights).
Hak cipta dalam
perlindungan hak atas kekayaan perindustrian terdiri atas paten, model rancang
bangun, desain industri, merek dagang, nama niaga atau nama dagang dan
perlindungan menembus dinding-dinding nasional. Perlindungan hak atas kekayaan
intelektual menjadi suatu keharusan, setelah dicapainya kesepakatan GATT (General
Agreement of Tariff and Trade). Konferensi Marakesh pada bulan April
tahun 1994, disepakatilah kerangka GATT yang akan diganti menjadi sistem
perdagangan yang dikenal dengan WTO (World Trade Organization) yang
ratifikasinya dilakukan oleh pemerintah RI melalui UU No. 7 Tahun 1994 yaitu “
tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trede Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)”, dan diundang-undangkan dalam LNRI
tahun 1994, No. 57 pada tanggal 2 November 1994.
B.
Fungsi
Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
Di
Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
ialah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang sering disebut
dengan Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI) mempunyai tugas
menyelenggarakan merupakan tugas departemen di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI),
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
mempunyai fungsi yaitu sebagai:
1.
Perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang (HAKI)
2.
Pembinaan
yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
3.
Pelayanan
Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
Organisasi dalam Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI) terdapat susunan sebagai berikut:
a. Sekretariat
Direktorat Jenderal
b. Direktorat
Hak Cipta, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang
c. Direktorat
Paten
d. Direktorat
Merek
e.
Direktorat
Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual
f. Direktorat
Teknologi Informasi
C.
Sifat
dan Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
Sifat
dan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI).
Berikut adalah sifat Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI)
yaitu:
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya,
ciptaan atau penemuan akan menjadi milik umum, tetapi ada juga yang
setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan
Industri (HAKI) ada yang bersifat eksklusif dan mutlak dimaksudkan agar haknya
tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik
hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau
pemegang Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri (HAKI) mempunyai
suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat
mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya
untuk membuat ciptaan, temuan ataupun menggunakannya.
Berdasarkan dasar hukum mengenai Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan
Industri (HAKI) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Hak Cipta Nomor. 19 tahun 2003, melindungi antara lain atas hak cipta program
atau piranti lunak komputer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak
komputer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Sejak tanggal 29 Juli 2003,
Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta. Berikut adalah perlindungan
hak cipta yang mencakup antara lain, yaitu:
·
Program atau piranti lunak komputer,
buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak komputer, dan buku-buku
sejenis lainnya.
·
Warga Negara
atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat
atau Warga Negara atau mereka yang
bertempat tinggal atau berkedudukan di
Amerika Serikat tetapi memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari Undang-Undang
Hak Cipta, atau dari
suatu badan hukum, serta yang secara langsung, tak langsung dikendalikan, mayoritas dari saham-sahamnya
ataupun hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh Warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan
di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi tersebut
·
Program
atau piranti lunak komputer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak komputer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali
diterbitkan di Amerika Serikat.
KETENTUAN
PIDANA
PASAL
72
1.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal
49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2.
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
4.
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
5.
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus
lima puluh juta rupiah).
6.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima
puluh juta rupiah).
7.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
8.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
9.
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta
rupiah).
D.
Contoh
Kasus
Terkait
dengan
Masalah Hak
Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri
(HAKI) di Indonesia
Contoh
kasus yang berkaitan dengan masalah Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan
Industri (HAKI) di Indonesia. Berikut salah satu contoh kasus pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri yaitu:
‘The Raid’
Dibajak Situs Luar
Jakarta–Seiring
dengan perkembangan teknologi, makin banyak kekayaan intelektual para seniman
musik maupun film yang kena korban pembajakan. Film ‘The Raid’ yang tayang
perdana 23 Maret lalu itu pun menjadi korban.
Menurut
Produser Merantau Films Ario Sagantoro, ada sekitar tujuh situs yang
menggratiskan film ‘The Raid’ secara ilegal. Pihaknya bersama distributor, dan
importir pun menyampaikan kegelisahan mereka kepada Dirjen Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) Kemenkum HAM, Ahmad M Ramli dan pihak-pihak yang terkait.
“Kebanyakan
itu situs luar (yang membajak), meskipun kualitasnya tidak bagus. Kita minta
nutup 1-2 website, muncul yang lain,” keluh Ario Sagantoro kepada detikHot,
Senin (14/5/2012).
“Sekarang
Dirjen HAKI Kemenkum HAM dan Menkominfo sedang koordinasi supaya bisa melakukan
aksi,” tambahnya.
Selain
itu, bertepatan pada Hari HAKI Internasional, ‘The Raid’ mendapatkan
Penghargaan Nasional Hak Kekayaan Intelektual 2012 dari Kementerian Hukum dan
HAM bersama dengan 14 karya kreatif lainnya.
Berbicara
soal prestasi, film garapan sutradara Gareth Evans yang menampilkan Iko Uwais
itu kembali memenangkan beberapa penghargaan antara lain, Prix du
Public/Public’s Prize di Festival International De Cinema De Genre de Tours di
Prancis dan Sp!ts Silver Scream Award–Audience Choice Award di Imagine Film
Festival Amsterdam yang dihelat pada 17 hingga 28 April lalu.
Sumber:
Saidin,
H. OK. S.H., M. Hum, Aspek Hukum Hek Kekayaan Intelektual (Intellectual
PropertyRights),
Edisi
Revisi 6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.