A. Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta
Latar Belakang
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 19972.
C. Konvensi Internasional Tentang Universal Copyright Convention
(UCC)
Kabar tentang Android pada beberapa minggu terakhir ini cukup mengisi hampir
separuh dari dunia smartphone global. Meski Apple tercatat sebagai vendor nomor
satu dengan jumlah unit yang terjual namun Android telah menjadi OS nomor satu
di Amerika dan sebagian besar negara di seluruh dunia.
Tidak mengherankan bagaimana Android bisa mendominasi pasar smartphone. Ini tak lain karena posisi Android sebagai open-source platform, gratis dan digunakan oleh lebih dari satu produsen termasuk HTC, Samsung, Acer, Sony Ericsson, LG, Motorola dan masih banyak lagi.
Yang cukup mengagetkan adalah ketika pada Juni lalu Google mengumumkan bahwa rata-rata aktivasi Android device per hari mencapai setengah juta unit. Perhitungan itu juga termasuk aktivasi tablet Android. Tidak saja telah menjadi fenomena yang luar biasa namun juga mengindikasikan bahwa smartphone telah menempati posisi penting di kehidupan masyarakat moderen.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa Android bukan saja populer karena prestasinya. Ini terkait dengan berbagai paten yang diduga dilanggar oleh OS milik Google itu. HTC beberapa saat lalu dikabarkan harus membayar royalti pada Microsoft sebesar $5 untuk tiap Android device yang terjual. Buntut dari kasus itu CEO Microsoft Steve Ballmer pada Oktober 2010 mengatakan bahwa Android bukanlah OS gratis karena pada kenyataannya harus membayar royalti pada pemilik paten.
Dan yang terjadi bulan lalu juga tak kalah merisaukan. Samsung diwajibkan membayar Microsoft sebesar $15 untuk setiap Samsung Android device yang tejual. Bukan saja Microsoft, karena publik kini tahu bahwa Apple dan Oracle juga tengah gencar memburu Android sampai meja pengadilan karena dianggap menggunakan hak cipta mereka tanpa ijin.
Menanggapi semua hal itu Google tidak banyak berkomentar. Namun dalam blog resmi minggu lalu, Senior Vice President and Chief Legal Officer of Google, David Drummond, menulis bahwa Microsoft, Apple, Oracle dan perusahaan lain dengna sengaja bekerja sama untuk menjegal langkah Android dengan cara membuat dakwaan palsu tentang paten.
Kasus ini memang semakin panjang dan barangkali Anda bukanlah satu-satunya
orang yang dibuat bingung. Untuk itu perlu dilihat kembali ke masa beberapa
tahun lalu sebelum Android mendunia seperti sekarang.
Android, Inc. didirikan oleh Andy Rubin, Rich Milner, Nick Sears dan Chris White pada tahun 2003. Pada sebuah kesempatan wawancara dengan Newsweek Rubin mengatakan bahwa ada kemungkinan besar untuk menciptakan mobile device yang lebih pandai sehingga mampu mengetahui lokasi di pengguna dan apa yang dia inginkan.
Namun perusahaan yang ia pimpin tidak membuat banyak hal tentang apa yang telah ia bicarakan itu. Pada saat itu Android Inc. hanya mengerjakan software untuk ponsel.
Pada Agustus 2005 Google membeli Android Inc. dan kemudian otomatis membiayai semua kegiatan Android. Rubin menjadi pemimpin tim untuk mengembangkan Android dengan mengandalkan kekuatan pada Linux Kernel yang kemudian menghasilkan sebuah Android device pertama di bulan September 2008; HTC Dream 1. Namun karena adanya aspek Linux Kernel yang cukup besar maka hal itu ditengarai akan membawa kesulitan pada Google dan Android di masa mendatang.
Linux Kernel merupakan sistem operasi kernel yang juga adalah komponen utama pada kebanyak OS komputer dan pertama kali dirilis pada 1991. Dan merupakan contoh penting dari software open-source dan gratis (FOSS).
Sekarang Microsoft mengatakan bahwa OS yang berbasis Linux (seperti Android) merupakan OS yang melanggar hak cipta milik mereka. Menurut sebuah laporan yang dibuat Fortune di tahun 2007, CEO Microsoft Steve Ballmer mengatakan bahwa alasan utama software gratisan memiliki kualitas yang sangat tinggi karena software tersebut menggunakan lebih dari 200 paten milik Micorsoft tanpa ijin.
Sumber:
http://hanapert.blogspot.com/2011/03/hak-cipta-ucc-hak-moral-berner.html
http://android.gopego.com/2011/08/android-terus-mendunia-atau-jelang-keruntuhannya
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://lesseindonesia.com/index.php/in/layanan-kami-in/hak-cipta-in/126
http://www.hukumonline.com/
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1hukum09/203711038/bab2.pdf
http://www.beritakaget.com/berita/3886/rija-abbas-bantah-sudah-jadi-tersangka-kasus-dugaan-pencurian-lagu.html
Latar Belakang
Perlindungan
dalam hak cipta secara domestik saja tidak cukup dan kurang bermanfaat bagi
menumbuhkan kreativitas para pencipta, karena suatu upaya untuk mendorong
kemajuan dibidang karya cipta ini sangat berarti jika perlindungan itu dijamin
disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu
benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta ini terdiri atas 2 konvensi internasional
yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention (UCC). Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru,
tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
Sejarah hak cipta
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Sejarah hak cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 19972.
Sifat-sifat Hak Cipta
- Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
- Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena :
- Pewarisan;
- Wasiat;
- Hibah;
- Perjanjian tertulis atau Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
- Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
- Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
- Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
- Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
A.
Pengertian
Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan rumusan pasal 1 Undang-Undang
Hak Cipta (UHC) Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta hanya dapat
dimiliki oleh pencipta atau penerima hak disebut sebagai pemegang hak khususnya
yang hanya boleh menggunakan hak cipta dan dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap
subjek lain yang mengganggu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan
oleh aturan hukum.
Hak cipta disebut juga hak
ekslusif, bahwa selain pencipta, orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas
izin dari penciptanya. Hak muncul secara otomatis setelah sesuatu ciptaan dihasilkan.
Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata karena mempunyai
sifat manunggal dengan pencipta dan bersifat tidak berwujud videnya pada
penjelasan Undang-Undang Hak Cipta (UHC) pasal 4 ayat 1 di Indonesia. Sifat
manunggal menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan
berarti pencipta harus ikut beralih ke tangan kreditur.
B.
Fungsi
dan Sifat Hak Cipta
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 pada pasal 2 tentang Hak Cipta, secara tegas menyatakan
dalam mengumumkan dan memperbanyak ciptaan serta memberi izin untuk itu harus
memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang
berlaku. Pembatasan yang dimaksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap
menggunakan atau memfungsikan Hak Cipta harus sesuai dengan tujuannya.
Berdasarkan
sifatnya, menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 pada pasal 3 tentang Hak
Cipta, memberikan jawaban sebagai berikut, ”Hak Cipta dianggap sebagai benda
bergerak”. Perbedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah perbedaan
yang terpenting, menurut PITLO. Oleh karena itu, erat kaitannya dengan obyek
jaminan. Benda-benda bergerak dan benda tidak bergerak selalu dibedakan dalam
lembaga pertanggungan yang digunakan seperti gadai dan apotik. Jika dilihat
dari sudut adatnya sebenarnya perbedaan yang demikian tidak ditemui tetapi
perbedaan menurut hukum adat di Indonesia hanya ada dua hal yaitu benda tanah
dan benda-benda lain yang bukan tanah, menurut Ter Haar.
C.
Penggunaan
Undang-Undang Hak Cipta
Setiap
pengguna hak harus memperhatikan terlebih dahulu apakah hal itu bertentangan
atau merugikan kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
pada pasal 2 tentang Hak Cipta menyatakan Hak Cipta adalah hak khusus, bahwa
selain pencipta orang lain tidak berhak atasnya selain izin pencipta. Menimbulkan
kesan sesungguhnya hak individu itu dihormati, namun dengan adanya pembatasan
bahwa sesunggunya dalam penggunaannya tetap didasarkan atas kepentingan umum.
Oleh
karena itu Indonesia menganut paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak
individu di hormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Oleh
karena itu, pembatasan bukan sebenarnya hanya membatasi hak individu saja,
melainkan hanya memberi kebahagian bagi masyarakat secara keseluruhan.
Sebenarnya yang dikehendaki dalam pembatasan Hak Cipta adalah agar setiap orang
atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang.
B. Konvensi Internasional Tentang Berner
Convention
Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai
hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan
cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis
kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk
mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung
menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual
(dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern.
Pada tahun 1960,
BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan
organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967
BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak
1974 merupakan organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang
menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari
negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang
dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri.
Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu
yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau
barang itu pertama kali diciptakan.
Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang
perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta
di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal
itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini
apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan
yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah
sama sekali tidak ada? Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan
tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya
melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok
ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari
masing-masing negara. Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis,
tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali
berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama
50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara
anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih
lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk
mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk
fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun
sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50
tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya
apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak
pembuatannya.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di
Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma
pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan
di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota
Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini
tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal
pemberlakuannya di negara masing-masing. Keikutsertaan
suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang
menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan
nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a. Prinsip national
treatment
Prinsip national
treatment
• Ciptaan
yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang
pencipta warga negara sendiri
b. Prinsip automatic
protection
Prinsip automatic
protection
• Pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (no conditional upon compliance with any formality)
c. Prinsip independence
of protection
Prinsip independence
of protection
• Bentuk
perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan
perlindungan hukum Negara asal pencipta
Konvensi bern yang
mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic,
ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali
mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di
Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13
November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914.
Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di
Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan
yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini
berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama
seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta
dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala
hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan
apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai
perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak.
Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau
tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa
sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini
memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh
pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara
langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan
kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya.
Universal Copyright
Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai
karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini
dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang
tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi.
Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara
berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap
hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah
eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta
pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang
memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk
memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak
cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta,
sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat
ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
D. Contoh Kasus Konversi Internasional
Tentang Hak Cipta
Android - Terus Mendunia atau Jelang Keruntuhannya?
Tidak mengherankan bagaimana Android bisa mendominasi pasar smartphone. Ini tak lain karena posisi Android sebagai open-source platform, gratis dan digunakan oleh lebih dari satu produsen termasuk HTC, Samsung, Acer, Sony Ericsson, LG, Motorola dan masih banyak lagi.
Yang cukup mengagetkan adalah ketika pada Juni lalu Google mengumumkan bahwa rata-rata aktivasi Android device per hari mencapai setengah juta unit. Perhitungan itu juga termasuk aktivasi tablet Android. Tidak saja telah menjadi fenomena yang luar biasa namun juga mengindikasikan bahwa smartphone telah menempati posisi penting di kehidupan masyarakat moderen.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa Android bukan saja populer karena prestasinya. Ini terkait dengan berbagai paten yang diduga dilanggar oleh OS milik Google itu. HTC beberapa saat lalu dikabarkan harus membayar royalti pada Microsoft sebesar $5 untuk tiap Android device yang terjual. Buntut dari kasus itu CEO Microsoft Steve Ballmer pada Oktober 2010 mengatakan bahwa Android bukanlah OS gratis karena pada kenyataannya harus membayar royalti pada pemilik paten.
Dan yang terjadi bulan lalu juga tak kalah merisaukan. Samsung diwajibkan membayar Microsoft sebesar $15 untuk setiap Samsung Android device yang tejual. Bukan saja Microsoft, karena publik kini tahu bahwa Apple dan Oracle juga tengah gencar memburu Android sampai meja pengadilan karena dianggap menggunakan hak cipta mereka tanpa ijin.
Menanggapi semua hal itu Google tidak banyak berkomentar. Namun dalam blog resmi minggu lalu, Senior Vice President and Chief Legal Officer of Google, David Drummond, menulis bahwa Microsoft, Apple, Oracle dan perusahaan lain dengna sengaja bekerja sama untuk menjegal langkah Android dengan cara membuat dakwaan palsu tentang paten.
“Sebuah smartphone
kemungkinan memiliki 250.000 paten di dalamnya dan pesaing kami berusaha
menarik pajak tentang paten yang diragukan sebagai milik mereka itu sehingga
Android devices akan menjadi barang mahal. Mereka berusaja keras agar
produsen menjual Android devices dengan harga mahal. Mereka tidak
berkompetisi dengan cara menciptakan fitur baru tapi malah justru melalui
ligitasi.”
- David Drummond, Google’s Senior Vice President and Chief Legal Officer - |
Android, Inc. didirikan oleh Andy Rubin, Rich Milner, Nick Sears dan Chris White pada tahun 2003. Pada sebuah kesempatan wawancara dengan Newsweek Rubin mengatakan bahwa ada kemungkinan besar untuk menciptakan mobile device yang lebih pandai sehingga mampu mengetahui lokasi di pengguna dan apa yang dia inginkan.
Namun perusahaan yang ia pimpin tidak membuat banyak hal tentang apa yang telah ia bicarakan itu. Pada saat itu Android Inc. hanya mengerjakan software untuk ponsel.
Pada Agustus 2005 Google membeli Android Inc. dan kemudian otomatis membiayai semua kegiatan Android. Rubin menjadi pemimpin tim untuk mengembangkan Android dengan mengandalkan kekuatan pada Linux Kernel yang kemudian menghasilkan sebuah Android device pertama di bulan September 2008; HTC Dream 1. Namun karena adanya aspek Linux Kernel yang cukup besar maka hal itu ditengarai akan membawa kesulitan pada Google dan Android di masa mendatang.
Linux Kernel merupakan sistem operasi kernel yang juga adalah komponen utama pada kebanyak OS komputer dan pertama kali dirilis pada 1991. Dan merupakan contoh penting dari software open-source dan gratis (FOSS).
Sekarang Microsoft mengatakan bahwa OS yang berbasis Linux (seperti Android) merupakan OS yang melanggar hak cipta milik mereka. Menurut sebuah laporan yang dibuat Fortune di tahun 2007, CEO Microsoft Steve Ballmer mengatakan bahwa alasan utama software gratisan memiliki kualitas yang sangat tinggi karena software tersebut menggunakan lebih dari 200 paten milik Micorsoft tanpa ijin.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://lesseindonesia.com/index.php/in/layanan-kami-in/hak-cipta-in/126
http://www.hukumonline.com/
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1hukum09/203711038/bab2.pdf
http://www.beritakaget.com/berita/3886/rija-abbas-bantah-sudah-jadi-tersangka-kasus-dugaan-pencurian-lagu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar