Rabu, 10 Oktober 2012

Upacara Jamasan Pusaka Mangkunegaran di Selogiri (Jawa Tengah)


            Asal usul pada upacara jamasan pusaka Mangkunegaran merupakan suatu tradisi upacara jamasan atau atau siraman pusaka Mangkunegaraan di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa tengah. Sebuah tradisi upacara dengan memandikan dua buah keris dan tombak peninggalan Raden Mas Said atau Mangkunegaran I yang ditempatkan di Kecamatan Selogiri. Keris dan tombak peninggalan tersebut memiliki sebuah nama. Keris-keris tersebut dinamakan Kyai Koriwelang dan Kyai Jaladara sedangkan untuk tombak peninggalan dinamakan Kyai Totok.
Tempat benda pusaka tersebut berada di Selogiri, Jawa Tengah, ketika itu Raden Mas Said berusaha mempertahankan daerahnya dari penjajah Belanda yang masuk ke daerah sekitar Gunung Wijil. Dalam mempertahankan daerahnya itu, Raden Mas Said yang menggunakan senjata-senjata pusaka dibantu oleh rakyat Selogiri yang berhasil mengalahkan pasukan Belanda dalam perang dan berhasil juga menghalau para pasukan dan Raden Mas Said pun kembali ke Mangkunegaran dengan membawa keris dan tombak pusaka.
Pada tahun 1935, saat Mangkunegara VII berkuasa, keris dan tombak pusaka Mangkunegara I diserahkan kepada masyarakat dan kerabatnya yang berada di Kecamatan Selogiri, sebagai ucapan terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh masyarakat dan kaum kerabatnya di Selogiri. Pada saat mengadakan perlawanan di Gunung Wijil, Raden Mas Said sempat menikahi gadis setempat yaitu Rara Rubiah, seorang puteri dari Kasan Kamani dan menjadi isteri dari Raden Mas Said. Rara Rubiah pun mengganti nama menjadi Raden Ayu Patah Aji. Kaum kerabatnya itu adalah orang-orang yang berasal dari keturunan maupun kerabat Raden Ayu Patah Aji. 
Ketiga pusaka, masyarakat Selogiri kemudian membuat sebuah bangunan berbentuk tugu memiliki ukuran 7x7 meter dan tinggi mencapai 6 meter. Pada bagian puncak tugunya dibuat seperti kotak untuk menyimpan ketiga pusaka. Untuk menutup dibuat seperti lempengan yang terbuat dari batu1. Setiap satu tahun sekali mereka mengadakan upacara jamasan atau pemandian bagi pusaka-pusaka yang dianggap keramat.
     Tujuan penyelenggaraan upacara jamasan pusaka Mangkunegaran adalah untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan dan ketenteraman. Bagi sebagian masyarakat Selogiri, benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan gaib yang mendatangkan berkah jika dirawat dengan cara dibersihkan atau dimandikan. Jika tidak dirawat, mereka percaya bahwa “isi” yang ada di dalam benda keramat akan pudar atau hilang dan hanya berfungsi sebagai senjata biasa. Selain itu, fungsi lain dari jamasan adalah senjata-senjata pusaka tidak lekas rapuh dan dapat bertahan lama. Pusaka jika tidak dirawat dengan baik, maka kemungkian besar akan menjadi berkarat dan akhirnya rusak maka, perlu dilakukan perawatan secara berkala agar jika terdapat kerusakan dapat diketahui secara dini. Upacara jamasan pusaka dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam upacara ini adalah sebagai berikut:
1.  Tahap pengambilan pusaka yang disimpan di puncak tugu
2.  Tahap tirakatan
3.  Tahap arak-arakan
4.  Tahap pemandian atau jamasan pusaka.
Penyelenggaraan upacara jamasan pusaka dilakukan setiap satu tahun sekali pada hari Jumat pertama di bulan Suro. Namun saat ini, setelah dikemas untuk kepentingan kepariwisataan, upacara jamasan dilakukan pada hari libur dengan alasan untuk menarik wisatawan baik asing maupun domestik.
Tempat pelaksanaan upacara jamasan pusaka bergantung dari tahapan-tahapan yang harus dilalui. Untuk prosesi pengambilan senjata pusaka Mangkunegara I dilakukan di sebuah tugu yang terletak di sebelah barat kantor, Kecamatan Selogiri.
Dalam prosesi tirakatan diadakan di pendopo Kecamatan Selogiri. Untuk prosesi arak-arakan atau kirab diawali dari pendopo Kecamatan Selogiri, dari kantor Kabupaten Wonogiri dan dilanjutkan ke Kodim Wonogiri. Sedangkan, prosesi pencucian atau jamasan pusaka Mangkunegara I dilakukan di Waduk Gadjah Mungkur. Dahulu tempat pelaksanaan jamasan dilakukan di pendopo Kecamatan Selogiri. Namun, bupati Wonogori yang dijabat oleh Soemarsono menjadikan upacara tersebut suatu aset atau agenda pariwisata yang pelaksanaannya dipindahkan ke Waduk Gadjah Mungkur. Tujuannya adalah untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan pariwisata.
         Pemimpin upacara bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan dalam upacara jamasan pusaka Mangkunegaran. Pada tahap pengambilan pusaka, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah salah seorang yang dituakan dari kerabat Mangkunegaran. Pemimpin upacara yang bertindak akan di tirakatan dan kirab menuju Kabupaten dan Kodim adalah Camat Selogiri. Pemimpin upacara jamasan di Waduk Gadjah Mungkur adalah seorang abdi dalem Mangkunegaran yang berpengalaman dalam melaksanakan upacara jamasan pusaka. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah:
1. Beberapa orang kerabat Mangkunegara yang datang langsung dari Surakarta maupun yang bertempat tinggal di Selogiri;
2. Para aparat Kecamatan Selogiri maupun Kabupaten Wonogiri;
3. Beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Wonogiri; dan
4. Warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.
Peralatan dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan dalam upacara jamasan pusaka Mangkunegaran adalah: 
1.  Jenang abang
2.  Jenang putih
3.  Jenang baro-baro
4.  Bunga setaman yang terdiri dari bunga mawar, kenanga dan kantil
5.  Kemenyan
6.  Nasi uduk
7.  Ingkung ayam
8.  Nasi golong
9.  Gecok pecel itik
10.  Pisang
11.  Nasi putih
12.  Sirih
13.  Rempeyek
14. Tempe goreng yang dibuat kecil-kecil
15. Haban/warangan (bahan untuk membersihkan pusaka)
          Upacara jamasan pusaka diawali sekitar pukul 16.00 WIB dengan mengadakan prosesi pengambilan pusaka yang ditempatkan di puncak sebuah tugu yang terletak di sebelah barat kantor Kecamatan Selogiri. Prosesi pengambilan benda pusaka ini hanya dilakukan oleh beberapa orang yang masih mempunyai hubungan darah dengan Mangkunegara. Sebelum mengambil keris dan tombak pusaka, di ambang pintu masuk tugu terlebih dahulu diadakan pembakaran kemenyan dan peletakan sesajen yang berupa: gecok pecel itik, jenang putih, jenang abang, jenang boro-boro, pisang, nasi putih, suruh, rempeyek, tinto, dan tempe goreng berbentuk kecil-kecil.
      Selesai membakar kemenyan dan menaruh sesajen, empat atau lima kerabat Mangkunegara mulai menaiki tangga besi yang dipersiapkan khusus oleh pemerintah Kecamatan Selogiri, mengambil pusaka-pusaka di puncak tugu. Saat prosesi pengambilan pusaka ini sedang berlangsung, masyarakat Selogiri lain yang bukan merupakan kerabat Mangkunegaran hanya melihat dan menanti dari bawah sambil berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah pusaka milik Mangkunegara I berhasil diturunkan, mereka membawanya menuju pendopo Kecamatan Selogiri. Pusaka-pusaka tersebut kemudian ditaruh di sebuah tempat khusus yang terletak di bagian tenggara pendopo. Setelah itu, mereka beramah-tamah sejenak dengan camat dan muspika Kecamatan Selogiri. Selesai beramah-tamah, para kerabat Mangkunegara itu pulang lagi ke Surakarta.
         Pada pukul 20.00 WIB para kerabat Mangkunegara itu kembali lagi ke Selogiri untuk mengikuti acara tirakatan di pendopo Kecamatan Selogiri. Selain para kerabat Mangkunegara, yang hadir dalam acara tirakatan itu diantaranya adalah para pamong desa, tokoh masyarakat, tamu undangan dari beberapa instansi di Kabupaten Wonogiri, dan warga masyarakat Selogiri. Acara tirakatan ini dibuka dengan sambutan dari Camat Selogiri yang berisi tentang maksud dan tujuan diadakannya upacara jamasan pusaka Mangkunegara. Selesai acara sambutan dari Pak Camat, para tamu undangan yang sebelumnya sudah ditunjuk oleh panitia mulai mengalunkan tembang-tembang macapat. Pelantunan tembang-tembang macapat tersebut berlangsung sampai acara tirakatan selesai sekitar pukul 10.00 WIB. Setelah selesai tirakatan, sebagian tamu undangan akan pulang ke rumahnya masing-masing dan sebagian lagi tetap berada di pendopo sambil menjaga senjata pusaka.
           Keesokan harinya, kurang lebih pukul 07.30 WIB dimulailah acara arak-arakan menuju kantor Bupati Wonogiri yang dipimpin oleh Camat Selogiri. Acara arak-arakan ini diikuti oleh orang-orang yang tadi malam mengikuti tirakatan ditambah dengan warga masyarakat yang berasal dari Girimarto. Selama dalam perjalanan menuju kantor Bupati Wonogiri, arak-arakan pembawaan senjata pusaka milik Mangkunegara I ini mendapat sambutan hangat dari warga yang rumahnya dilewati oleh arak-arakan. Di pendopo Kabupaten Wonogiri, rombongan yang berasal dari Selogiri dipersilakan oleh panitia setempat untuk menuju ke halaman sebelah barat kantor bupati. Sementara rombongan dari Girimarto ditempatkan di halaman sebelah timur. Kemudian, ketua rombongan (Camat) akan melapor kepada Bupati. Setelah melapor, diadakan upacara serah terima pusaka dari kerabat Mangkunegaran kepada Manggala Yuda untuk dikirabkan lagi menuju Kodim Wonogiri. Saat rombongan memulai kirab menuju Kodim, berbagai kesenian seperti: jathilan, reog, drum band dari salah satu sekolah di Wonogiri turut mengiringinya. Dan, sama seperti ketika dikirabkan dari Kecamatan Selogiri, kirab menuju ke Kodim juga disambut hangat oleh warga masyarakat yang tempatnya dilewati.
          Dalam kirab menuju Kodim ini tidak hanya senjata pusaka milik Mangkunegara I saja yang dibawa, melainkan juga beberapa senjata lain seperti: Semar Tinandu (juga pusaka milik Mangkunegara I yang disimpan di Girimulyo), Kyai Mendung, Kyai Slamet, Kyai Singkir, dan Kyai Singo Barong (pusaka yang disimpan di kantor bupati Wonogiri). Setelah sampai di Kodim seluruh peserta upacara langsung membubarkan diri menuju ke beberapa kendaraan yang akan mengangkat mereka menuju ke Waduk Gadjah Mungkur. Waktu yang diperlukan dari Kodim Wonogiri ke Gadjah Mungkur sekitar 30 menit. Di Waduk Gadjah Mungkur mereka kemudian berkumpul untuk mendengarkan sambutan dari panitia yang dilanjutkan dengan upacara serah terima kembali pusaka kepada pihak Mangkunegaran.
          Selanjutnya, seluruh senjata pusaka itu akan diserahkan kepada seorang abdi dalem Mangkunegaran yang telah berpengalaman dalam menyelenggarkaan upacara jamasan, untuk segera memulai upacara jamasan atau pemandian pusaka. Pemandian pusaka itu dilaksanakan di sebuah panggung yang terletak di sebelah barat waduk dengan posisi agak tinggi agar dapat dilihat oleh para peserta upacara. Sang abdi dalem memandikan satu persatu pusaka secara cermat dan teliti. Pusaka yang lebih dahulu dijamasi adalah ketiga pusaka milik Mangkunegara I di Selogiri, yaitu Kyai Koriwelang, Kyai Jaladara dan Kyai Totok. Setelah semua pusaka milik dari Mangkunegara selesai dijamasi, barulah kemudian pusaka-pusaka milik Kabupaten Wonogiri. Sisa air jamasan digunakan untuk menjamasi pusaka-pusaka milik warga masyarakat. Tahap akhir penjamasan pusaka ini, seluruh urutan dalam upacara jamasan pusaka Mangkunegaran. Pusaka akan dikembalikan lagi di tempatnya asal dimana pusaka berada.

Sumber :




           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar