Minggu, 23 Oktober 2011

TUGAS II

 Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan

1.  Pengertian Prosa

      Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun. Prosa biasanya dibagi menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa eksposisi, dan prosa argumentatif.



      Jenis-Jenis Prosa 
     
          1.   Dongeng
                Dongeng merupakan cerita yang banyak diwarnai peristiwa yang tidak masuk akal     atau tidak mungkin terjadi. Contoh: Pangeran Buruk Rupa, Si Kancil dan Buaya.

          2.  Cerpen
               Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa.

          3.  Novel
              Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.


     Contoh-Contoh Prosa 

Contoh Fabel
Angkaro dan Tunturana
Dua Ekor kepiting, Angkaro dan Tuturana, bersahabat karib. Mereka tinggal bersama di pinggir laut, di balik bebatuan. Mereka bersembunyi karena takut pada orang-orang yang mencari ikan dan kepiting. Apabila laut pasang, mereka bermain tanpa takut akan ditangkap manusia.
Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Angkaro dan Tuturana keluar menikmati keindahan alam.
” Sahabat, bagaimana kalau kita hiasi punggung kita agar kelihatan menarik ?” kata Angkaro.
”Bagus sekali idenya. Kita memang perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Tapi, bagaimana caranya ? ” tanya Tuturana.
”Bagini.”sahut Angkaro, ”Kita lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
” Wah, menarik sekali.Bagaimana kalau aku dulu yang dilukis. Boleh atau tidak ? tanya Tuturana.
”Baiklah.”kata Angkaro.
Angkaro mulai mengukir punggung Tuturana. Punggung Tuturana  dihiasi dengan bulatan-bulatan dari muka ke belakang, dan dari atas ke bawah. Lukisan itu sangat mempesona.
”Sudah selesai sahabat.”kata Angkaro.
Tuturana bercermin pada di air laut yang jernih.
“Bagus, bukan?”tanya Angkaro.
“Bagus sekali. Terima kasih sahabat.”kata Tuturana,
”Sekarang giliranku.”kata Angkaro.
Tiba-tiba air laut surut. Datanglah pencari ikan membawa obor. Kedua ekor kepiting itu pun terkejut. Berlarilah mereka untuk menghindari bahaya.
”Maaf, sahabat. Orang-orang sudah datang untuk menangkap kita. Tidak ada waktu lagi untuk melukis punggungmu.” kata Tuturana.
”Tidak punggungku harus kamu ukir !” teriak Angkaro.
Melihat obor-obor semakin dekat, Tunturana menggambari punggng Angkaro dengan dengan kuas dan cat tanpa bentuk. Punggung Angkaro sekarang penuh dengan garis tidak karuan karena tergesa-gesa hendak menyelamatkan diri.
Angkaro terpaksa menerima keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk yang amat berbeda: Tuturana cantik dan Angkaro jelek.
Sumber : Aku Cinta Bahasa Indonesia kelas IV , Tiga Serangkai

Contoh Legenda
Legenda Batu Menangis
Di sebuah bukit yang jauh dari desa, di daerah Kalimantan, hiduplah seorang janda miskin dan anak perempuannnya. Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, dia memiliki perangai yang buruk. Gadis itu amat malas, tidak pernah membantu ibunya bekerja. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Suatu hari, anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh sehingga mereka harus menempuh perjalanan yang jauh. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan dengan memakai pakaian yang bagus  dan bersolek agar dikagumi kecantiknnya. Sementara, ibunya berjalan di belakangnya sambil membawa keranjang dengan memakai pakaian yang dekil. Karena mereka hidup ditempat yang terpencil, maka tak seorang pun tahu bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Orang – orang terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama pemuda desa. Namun, saat melihat orang yang berjalan di belakang anak itu, sungguh kontras keadaannya. Hal ini membuat orang bertanya-tanya.
Diantara orang yang melihat itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu.
” Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu?”
Namun apa jawaban gadis itu?
“Bukan, “katanya angkuh.” Ia adalah pembantuku.”
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekat lagi seorang pemudadan bertanya kepada gadis itu.
”Bukan, bukan.”jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. ” Ia adalah budakku.”
Begitulah setiap ada seseorang yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya begitu. Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka itu, si ibu masih bisa menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawaban yang sama, akhirnya si ibu yang malang itu tidak dapat menahan diri. Si ibu berdoa :
”Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba tega memperlakukan hamba seperti ini. Ya Tuhan, hukumlah anak hamba! Hukumlah ....”
Atas kuasa Tuhan, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis dan memohon ampun kepada ibunya.
”Oh, Ibu.Ibu Ampuni saya, ampunilah kedurhakaan anakamu selama ini. Ibu...Ibu...Ampuni anakmu.”
Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi semua telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata., seperti sedang menagis.
Sumber  : Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara: Pustaka Agung Harapan

Contoh Dongeng
Pogi yang Malang
Pogi adalah pemuda yang malas. Kerjanya hanya makan, tidur, dan bermain-main. Ayah dan ibunya tidak melarang sebab mereka adalah keluarga kaya. Apa saja kemauan Pogi selalu dituruti.
Suatu pagi, Pogi pergi bermain ke hutan. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pengembara yang membawa lima karung yang berat.
”Hai, pemuda ! Maukah kau menolongku membawa karung ini ke kota ? ”tanya  pengembara itu.
Pogi pura-pura tidak mendengar. Ia tetap berjalan perlahan sambil mengamati tumbuhan.
”Nak, aku akan memberimu salah satu dari kantong ini. Silahkan pilih!”
Pogi masih pura-pura tidak mendengar. Huh! Tadi minta tolong sekarang malah mau memberi karung. Paling-paling isinya Cuma sampah, bati Pogi.
” Anak muda, karungku yang bertali merah ini berisi ramuan obat segala penyakit, sedangkan yang bertali biru berisi bibit padi segala musim. Atau kamu mau karung dengan tali berwarna putih? Ini berisi kain sutera pilihan, yang bertali hijau berisi aneka macam penyedap masakan, dan yang berwarna kuning berisi emas permata. Nah, pilihlah salah satu!”
”Ah, baiklah.”kata Pogi semangat. ”Aku pilihyang berwarna kuning aja.”
”Apakah kamu yakin karung ini membawa keberuntungn bagimu?”
”Sangat yakin. Sudahlah, cepat berikan. Aku tidak sabar membawanya pulang .”omel Pogi .
Pengembara itu menyerahkan karung yng bertali kuning. Pogi langsung membawa karung itu pergi tanpa berterima kasih. Setelah agak jauh, dibukanya karung itu. Ah, betapa gembiranyaPogi saat melihat banyak emas di dalamnya. Pogi lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Tiba-tiba...
”Pokoknya kalau bertemu orang kaya, kita rampok saja.” kata salah satu orang.
Pogi yang mendengar suara itu, cepat-cepat bersembunyi. Setelah kedua orang itu berlalu, Pogi segera keluar dari persembunyiannya. Ia meneruskan dengan tergesa-gesa dan takut. Sampailah Pogi di tepi sungai. Di tempat penyeberangan itu tampak sepi. Hanya ada tiga penarik perahu.
”Sepi sekali hari ini.”ujar yang bertubuh paling kecil.
”Benar tidak seperti bisanya.” jawab yang berambut keriting.
”Bagaimana kalau kita rampok saja orang yang menyeberang dengan perahu kita ini ?” tanya yang bertubuh kekar.
Ketiga penarik perahu tertawa terbahak-bahak. Mendengar hal itu Pogi semakin ketakutan. Diambilnya jalan pintas. Pogi berenang menuju ke seberang sungai. Sesampainya di tengah sungai, seekor buaya menuju ke arahnya.
Tanpa ragu-ragu, Pogi memukul moncong buaya itu dengan karung yang dipanggulnya. Buaya itu malah membuka moncongnya. Pogi tak banyak berpikir. Dilemparnya karung berisi emas itu ke arah buaya. Lemparan tepat sekali. Buaya itu kesulitan mengunyah karung. Pogi merasa musuhnya lengah. Ia berenang ke tepian secepatnya.
Sejak kejadian itu, Pogi menjadi sadar., ternyata emas tidak mendatangkan keberuntungan baginya. Justru mendatangkan bahaya. Sejak itu Pogi menjadi rajin dan bijaksana.
                              
                            Sumber : Aku Cinta Bahasa Indonesia  kelas IV , Tiga Serangkai


Contoh Hikayat

Hikayat Amir
Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang saudagar yang bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak uangnya dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena sayangnya pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.
Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit. Semakin hari sakitnya semakin parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Penyakit Syah Alam semakin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam berkata”Amir, Ayah tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi seperti Ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah.Usahakan engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari.”
”Ya, Ayah. Aku akan turuti nasihatmu.”                                       
Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, kemana-mana ia selalu memakai payung.
Pada suatu hari, Amir bertmu dengan Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.
Amir bercerita alasannya berbuat demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, ” Begini, ya., Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari. ”
Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pijaman uang kepada Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.
Amir lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan malam. Pada siang hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir semakin maju. Sejak it, Amir menjadi saudagar kaya.
Sumber : Bina Bahasa dan Sastra Indonesia kelas IV: Erlangga

 
     
Manusia dan Cinta Kasih

2.   Pengertian Cinta Kasih
      
       Cinta adalah rasa sangat suka atau sayang (kepada) ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih, artinya perasaan sayang atau cinta (kepada) atau sangat menaruh belas kasihan. Dengan demikian cinta kasih dapat diatikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
Terdapat perbedaan antara cinta dan kasih, cinta lebih mengandung pengertian tentang rasa yang mendalam sedangkan kasih merupakan pengungkapan untuk mengeluarkan rasa, mengarah kepada yang dicintai.  Cinta sama sekali bukan nafsu. 

Perbedaan antara cinta dengan nafsu adalah sebagai berikut:
1. Cinta bersifat manusiawi
2. Cinta bersifat rokhaniah sedangkan nafsu bersifat jasmaniah.
3. Cinta menunjukkan perilaku memberi, sedangkan nafsu cenderung menuntut.

Cinta juga selalu menyatakan unsur-unsur dasar tertentu yaitu:
1. Pengasuhan, contohnya cinta seorang ibu kepada anaknya.
2. Tanggung jawab, adalah tindakan yang benar-benar bedasarkan atas suka rela.
3. Perhatian, merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan pribadi orang lain, agar mau membuka dirinya.
4. Pengenalan, merupakan keinginan untuk mengetahui rahasia manusia. 


       Pengertian Kasih Sayang

       Kasih Sayang adalah memberikan/menyebarkan perasaan sayang kepada orang lain secara tulus tanpa peduli apakah orang lain itu akan membalas dengan perasaan yang sama kepada kita yang intinya adalah ketulusan hati.


       Pengertian Kemesraan 

       Kemesraan berasal dari kata mesra yang berarti erat atau karib sehingga kemesraan berarti hal yang menggambarkan keadaan sangat erat atau karib. Kemesraan juga bersumber dari cinta kasih dan merupakan realisasi nyata. Kemesraan dapat diartikan sama dengan kekerabatan, keakraban yang dilandasi rasa cinta dan kasih.

Tingkatan kemesraan dapat dibedakan berdasarkan umur, yaitu:
  • Kemesraan dalam Tingkat Remaja, terjadi dalam masa puber atau genetal pubertas yaitu dimana masa remaja memiliki kematangan organ kelamin yang menyebabkan dorongan seksualitasnya kuat.
  • Kemesraan dalam Rumah Tangga, terjadi antara pasangan suami istri dalam perkawinan. Biasanya pada tahun tahun wal perkawinan, kemesraan masih sangat terasa, namun bisa sudah agak lama biasanya semakin berkurang.
  • Kemesraan Manusia Usia Lanjut, Kemsraan bagi manusia berbeda dengan pada usia sebelumnya. Pada masa ini diwujudkan dengan jalan-jalan dan sebagainya.


      Pengertian Belas Kasihan
 
      Belas kasih (composian)adalah kebajikan-satu di mana kapasitas emosional empati dan simpati untuk penderitaan orang lain dianggap sebagai bagian dari cinta itu sendiri, dan landasan keterkaitan sosial yang lebih besar dan humanisme-dasar ke tertinggi prinsi-prinsip dalam filsafat, masyarakat, dan kepribadian .
      Ada aspek belas kasih yang menganggap dimensi kuantitatif, seperti individu belas kasih yang sering diberi milik  kedalaman,kekuatan atau gairah . Lebih kuat dari empati , merasakan umumnya menimbulkan aktif keinginan untuk meringankan penderitaan orang lain.. Hal ini sering, meskipun tidak pasti, komponen kunci dalam apa yang memanifestasikan dalam konteks sosial .Dalam etika istilah, berbagai ungkapan bawah usia yang disebut Golden Rule mewujudkan oleh implikasi prinsip kasih sayang: untuk orang lain apa yang Anda ingin mereka lakukan untuk Anda.


Macam -Macam Cinta Menurut Ajaran Agama 


1.    Macam-macam Cinta Menurut Agama Islam

      Cinta sejati, menurut Nabi memiliki 3 ciri yaitu:
  1. Lebih suka berbincang dengan orang yang dicintai daripada orang lain.
  2. Lebih suka bersama dengan orang yang dicintai daripada orang lain.
  3. Lebih suka mengikuti kemauan orang yang dicintai daripada kemauan orang lain/ diri sendiri.
      Menurut Al-Qur'an cinta terbagi menjadi 8 jenis, yaitu:
  1. Cinta Mawaddah : yaitu cinta yang menggebu-gebu  dan membara. Orang yang memiliki cinta jenis ini inginnya selalu berdua dan tak ingin berpisah. Selalu ingin memuaskan dahaga cintanya bahkan hampir tidak bisa berfikir yang lain.
  2. Cinta Rahmah : yaitu cinta yang penuh akan kasih sayang, pengorbanan dan perlindungan. Orang yang memiliki cinta ini akan lebih memikirkan orang yang dicintainya daripada dirinya sendiri. Dipikirannya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meskipun ia harus menderita. Ia selalu memaklumi kekurangan dan memaafkan kesalahan kekasihnya.
  3. Cinta Mail : yaitu cinta yang sementara sangat membara. Dan sangat menyedot perhatian tanpa memperhatikan hal-hal penting lainnya. Menurut Al-Qur'an disebut juga dalam konteks poligami. Karna ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda akan cenderung mengabaikan yang lama.
  4. Cinta Syaghaf : yaitu cinta alami yang sangat mendalam dan sangat memabukkan. Orang yang terkena cinta ini akan seperti orang gila, lupa diri bahkan tidak menyadari apa yang dilakukannya. Ini pernah terjadi pada Zulaiha di masa Nabi Yusuf.
  5. Cinta Ra'fah : yaitu rasa kasih sayang yang melebihi norma kebenaran. Misalnya: karna rasa kasih sayang dan kasihan yang berlebihan melihat anaknya tidur terlelap seorang bapak tidak tega dan tidak jadi membangunkan anaknya untuk Sholat. Jadi Cinta jenis ini harus di hindari karna melanggar hukum Allah.
  6. Cinta Shobwah : yaitu cinta buta, cinta ini akan mendorong perilaku menyimpang dan tidak akan bisa mengelak. Seperti kisah Nabi Yusuf yang digoda setiap hari oleh Zulaiha.
  7. Cinta Syauq (Rindu) : cinta ini bukan menurut Al-Qur'an tapi hadist lalu ditafsirkan Al-Qur'an. Syauq (Rindu) adalah pengembaraan hati kepada kekasih dan kobaran cinta didalam hati sang pecinta.
  8. Cinta Kulfah : yaitu perasaan cinta yang disertai kesadaran akan hal-hal positif meski itu sulit. Dalam Al-Qur'an Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
2.    Macam-Macam Cinta Menurut Agama Kristen

       1. Memang menurut bahasa Yunani ada empat kata untuk kata “kasih/ cinta”. Agape adalah kasih yang tak bersyarat, eros adalah kasih yang menginginkan, philia adalah kasih antara sahabat/ saudara, dan storge addalah ungkapan kasih kodrati, seperti antara orang tua kepada anak (namun ungkapan yang keempat ini jarang digunakan dalam karya tulis kuno). Tentang eros, philia dan agape, saya mengacu kepada surat ensiklik pertama dari Paus Benediktus XVI, yang berjudul Deus Caritas est (DCe)- God is Love:
Jika dilihat dari pengertian dasarnya, menurut Paus Benediktus XVI, eros adalah kasih antara pria dan wanita di mana kasih tersebut tidak direncanakan ataupun diinginkan, namun sepertinya tertanam di dalam diri manusia itu. Sedangkan philia adalah kasih persahabatan yang sering dipakai untuk menggambarkan kasih antara Kristus dan para murid-Nya, dan agape adalah kasih menurut pengertian Kristiani (lih. DCe, 3), yang mengacu kepada kasih yang rela berkorban (lih. DCe, 7). Paus Benediktus mengatakan bahwa menurut Perjanjian Lama bahasa Yunani, kata ‘eros‘ hanya tertulis dua kali, sedangkan dalam Perjanjian Baru, kata eros sama sekali tidak digunakan.
        Menurut pengertian Yunani, eros artinya adalah “divine madness“, namun penerjemahannya di dalam agama Yunani adalah dengan praktek prostitusi dalam kuil- kuil mereka, di mana manusia seolah- olah dijadikan alat untuk memancing kegairahan “divine madness” tersebut. Maka di sini terlihat bahwa makna eros perlu dimurnikan, jika ingin dikembalikan ke makna aslinya, yang dalam konteks rohani mengacu kepada suatu pengalaman puncak dari keberadaan kita manusia, yaitu persatuan dengan Tuhan, keinginan yang telah tertanam dalam diri manusia.
           Maka konsep pengertian eros menyatakan adanya hubungan antara kasih dan Tuhan; dan karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, maka untuk mengasihi Tuhan juga dibutuhkan keterlibatan tubuh dan jiwa. Pandangan ini memurnikan kesalahan pandangan umum yang ada dewasa ini, yang mereduksi eros menjadi “seks saja” atau yang lama kelamaan menuju kepada ekstrim yang lain yaitu kebencian terhadap apa yang berkaitan dengan tubuh manusia. Iman Kristiani tidak mengajarkan demikian, sebab manusia memang terdiri dari tubuh dan jiwa yang spiritual, dan untuk dapat mengasihi Tuhan, diperlukan jalan ‘eros‘ yang menanjak menuju Tuhan, yang melibatkan penyangkalan diri/ pengorbanan, pemurnian dan pemulihan. (lih. DCe 5)
          Dalam Kitab Kidung Agung, dituliskan kata kasih dengan istilah dodim -yang artinya kasih yang tak menentu, yang mencari-cari- dan ahaba (keduanya adalah kata Ibrani) yang diterjemahkan dalam versi Yunani menjadi agape. Agape ini kemudian menjadi istilah tipikal dalam Kitab Suci untuk menggambarkan kasih yang tidak lagi tidak menentu, sebab kasih ini tertuju kepada pengenalan akan diri orang yang dikasihi, melebihi perhatian ataupun kesenangan sendiri. Agape menginginkan kebaikan bagi orang yang dikasihi, dan keinginan untuk berkorban baginya (lih. DCe 6).
         Jadi eros dan agape menggambarkan realitas kasih yang tidak terpisahkan.  Kasih tidak bisa selalu memberi (agape) tetapi juga menerima (eros). Mereka yang ingin memberi kasih harus juga menerima kasih (lih. DCe 7) Pada Tuhan, kasih eros-Nya kepada manusia juga adalah kasih yang total agape. Kasih Tuhan yang membara kepada manusia adalah juga kasih-Nya yang mengampuni. Kasih Allah yang sedemikian kepada manusia digambarkan sebagai kasih antara mempelai pria dan wanita, seperti tertulis dalam kitab Kidung Agung, yaitu bahwa manusia dapat masuk ke dalam kesatuan dengan Tuhan, “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.” (1 Kor 6:17) (lih. DCe, 10)
Kasih eros ini tertanam dalam diri manusia, bahwa laki- laki terpanggil untuk meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya. Dengan demikian, perkawinan yang monogam merupakan penggambaran nyata atas kasih Tuhan yang satu (monotheism) kepada manusia. Cara Tuhan mengasihi manusia, menjadi tolok ukur/ contoh bagi kasih manusia.

       2. Menarik untuk disimak adalah contoh penggunaan kata philia dan agape, dalam perikop Yoh 21:15-19. Di sana Yesus bertanya sebanyak tiga kali kepada Rasul Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Pertanyaan Yesus yang pertama dan kedua menggunakan kata agape, Apakah engkau mengasihi (agapo) Aku? Namun Petrus selalu menjawabnya dengan, “….Engkau tahu bahwa aku mengasihi (philieo) Engkau”. Yang ketiga kalinya, Yesus bertanya, “Apakah engkau mangasihi (phileo) Aku?” Dan Petrus menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi (phileo) Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” (Yoh 21:17).
          Agaknya Tuhan Yesus memahami bahwa kasih Petrus kepada-Nya tidak akan sama besarnya dengan kasih-Nya (agape) kepada Petrus. Namun demikian, Kristus menerima pernyataan kasih dari Petrus yang sejujurnya ini, dan tetap mempercayakan penggembalaan kawanan domba-Nya kepada Petrus. Penerimaan Kristus akan diri Petrus apa adanya inilah yang justru mengubah Petrus, dan menumbuhkan kasih di dalam hatinya, sehingga kelak di akhir hidupnya, Petrus dapat membuktikan kasih yang besar kepada Kristus dengan kasih yang menyerupai kasih Kristus kepadanya. Rasul Petrus rela menyerahkan dirinya untuk dihukum mati oleh pihak penguasa Roma dengan disalibkan terbalik, demi membela imannya akan Kristus.
Sungguh, kesaksian hidup rasul Petrus yang semakin bertumbuh di dalam kasih kepada Tuhan ini, selayaknya menjadi teladan kita. Seperti Petrus, kitapun mungkin jatuh bangun di dalam hidup ini. Namun selayaknya kita mengingat akan kasih Allah yang total tak bersyarat/ agape kepada kita; sehingga hari demi hari kita dibentuk oleh Tuhan untuk menjadi semakin bertumbuh di dalam kasih kepada-Nya, agar semakin menyerupai kasih-Nya yang total kepada kita.


3.    Macam-Macam Cinta Menurut Agama Hindu
       

 Jalan melalui Cinta

         Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga. Dalam jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak berhingga dan berada di dasar diri kita. Tuhan dibayangkan sebagai Diri yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam manusia ataupun di luar manusia. Tugas manusia adalah mengenal persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi. Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut. Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya. Alasannya, karena cinta merupakan perasaan yang dicurahkan keluar. Kedua, tujuan jnana berbeda dengan bhakti. Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya. Apa yang harus dilakukan adalah mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan, mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun.
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu:
  • a.  Japam, yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali.
  • b.  Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan bahwa ada berbagai jenis  cinta, misalnya cinta anak-orangtua dan suami-istri, dan lain-lain. Cara ini mendorong orang yang melakukan yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan.
  • c. Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang. Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin mendalam dan timbal balik. Tahap pertama adalah sikap mereka yang dilindungi terhadap si pelindung. Tahap kedua adalah tahap persahabatan, dimana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan teman sepermainan. Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua dimana Tuhan dipandang manusia sebagai anak.

4.   Macam-Macam Cinta Menurut Agama Buddha
      
Agama Buddha tidak alergi dengan istilah "cinta." Terbukti dalam Nikaya Pali, yaitu: Dhammapada ada satu bab yang diberi judul: Piya Vagga yang berarti kecintaan. Begitu pula dalam Majjhima Nikaya terdapat sutta yang berjudul Piyajatika Sutta, khotbah tentang orang-orang tercinta.

Dalam Bahasa Pali juga ditemukan beberapa istilah cinta, seperti: piya, pema, rati, kama, tanha (jawa trenso), ruci, dan sneha yang memiliki arti: rasa sayang, kesenangan, cinta kasih sayang, kesukaan, nafsu indera (birahi), kemelekatan, dsb, yang terjalin antara dua insan berbeda jenis atau cinta dalam lingkup keluarga.




















Sumber :
http://indonesiaindonesia.com/f/41074-konsep-cinta-agama-buddha/


TULISAN

1.    Konsep Budaya Jawa

Beberapa konsep budaya Jawa seperti :
  1. Religi Jawa;
Animisme, dinamisme, sinkritisme dan agama Jawa. Pemujaan pada roh disebut animisme dan pemujaan pada kekuatan benda-benda disebut dinamisme. Ritual dan sesaji adalah bentuk penyelarasan dengan lingkungan metafisik, agar kekuatan adikodrati itu selaras. Representasi pemujaan roh dapat dilihat dari tradisi budaya selamatan orang meninggal. Ada penyatuan ajaran antara animisme, dan dinamisme yang berbaur dengan agama Hindu, Budha bahkan Kristen dan Islam sehingga terjadilah sinkretisme. Wujud sinkretisme yang paling menonjol adalah prilaku mistik kejawen yang terlihat dalam penganut Islam abangan (kejawen) yang lebih banyak diwarnai sinkretisme, yang bertolak belakang dengan Islam putih yaitu Islam yang sesuai dengan ajaran asli Arab yang biasanya diajarkan di pondok pesantren.
  1. Slametan (selamatan)
Slametan adalah sebuah ritual yang dimaksudkan untuk memohon keselamatan untuk memperoleh keselamatan lahir dan batin dari gangguan makhluk halus. Dalam tradisi Jawa muncul berbagai macam selamatan, seperti :
~       Selamatan sebelum lahir (dalam kandungan).
~       Selamatan kelahiran seperti, neloni (tiga bulan peringatan bayi), mitoni (tujuh bulanan).
~       Selamatan perkawinan seperti : midodareni (menjelang perkawinan).
~       Upacara kematian seperti : surtanah (baru meninggal), nelung duia, pitung duia, patang puluh, nyatus, mendak pisan (1 tahun), mendak pindo (dua tahun) dan nyewu (seribu hari).
  1. Primbon, suluk, dan wirid.
Primbon memuat petung (perhitungan), mengetahui watak manusia, pindah rumah atau persyaratan hajat lainnya. Hal ini dapat dijumpai dalam karya sastra Jawa seperti : Serat Chentini, Serat Cibolek, Serat Wirid, Hidayat Jati, Babat Tanah Jawa dan sebagainya.
  1. Tata Krama
adalah : adab, sopan santun Jawa dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah laku yang sangat dijunjung tinggi dan menjadi ciri budaya Jawa. Hal-hal yang berkaitan dengan sub : religi, slametan dan primbon mengarah pada sisi vertikal budaya Jawa yang berkaitan dengan orientasi ketuhanan sedangkan tata krama berkaitan dengan sisi horisontal berkaitan dengan hubungan antara manusia. 
1.  Petung
Petung atau perhitungan menduduki tempat yang sangat strategis dan urgen dalam budaya Jawa.
Mis :   -   hari kelahiran dihitung : minggu = 5, senin = 4, selasa = 3, rabu = 7, kamis = 8, jumat = 6, sabtu = 9.
-   Pasaran dihitung : paing = 9, pon = 7, wage = 4, kliwon = 8,       legi = 5.

2.  Makanan
Ciri makanan khas Jawa : rawon, gudeg, lontong balap, urap-urap, gado-gado, sop buntut dan sebagainya. 

3.  Falsafah hidup

Falsafah hidup orang Jawa dapat menjadi ciri penanda khas tradisi budaya Jawa.
Mis :   
~  Ajining diri soko lathi artinya : kehormatan diri berasal dari tutur kata yang baik (lathi).
~  Ajining awak soko tumindak artinya : dari perbuatan baik yang kita lakukan (tumindak).
~  Ajining sariro soko busono artinya : dari pakaian yang kita sandang (busono).
~  Ngundhuh wohing pakarti (menuai buah dari yang ditanam = hukum sebab akibat).
~  Alon-alon waton kelakon (biar lambat asal selamat). 

4.  Produk Budaya

Berbagai produk budaya seperti : keris, wayang, rumah, pakaian dan peralatan lainnya dapat menjadi ciri penanda yang ada pada budaya Jawa. Dikalangan Jawa tradisional, sebagai lelaki sejati jika ia sudah memiliki 5 unsur simbolik seperti :
~       Curiga (keris)
~       Turangga (motor atau mobil)
~       Wisma (rumah atau tempat tinggal)
~       Wanita (istri)
~       Kukila (burung = keindahan)

Kegiatan Kejawen
Dalam konteks mitologi kejawen, ada beberapa kegiatan ritual yang sangat dipegang sebagai kegiatan sakral, antara lain :

1. Satu suro/1 muharram

Satu suro merupakan hari dan bulan keramat dan sakral dalam pandangan Kejawen, sebagaimana seremoni atau perayaan suran. Menurut sejarah jawa dimulai pada tanggal 1 suro 1925 yang terdapat makna didalamnya, yaitu hari yang 7 jumlahnya (saptawara), berangkapan pasaran yang berjumlah 5 (pancawara), mangsa (pranatamangsa) yang beerjumlah 12 wuku yang berjumlah 30, peringkelan yang berjumlah 6 (sadwera), tahun yang berjumlah 8, dan windu yang berjumlah 4. Perangkapan hitugan atau pitungan ini merupakan warisan ngelmu dalam kosmologi jawa yang selalu dikaitkan dengan berbagai kegiatan kehidupan dalam wujud laku yang bernilai keprihatinan.

Ritual ini selalu diselenggarakan dikeraton Yogyakarta, Surakarta, dan Mangkunegaran. Masyarakat berjalan berbondong-bondong mengelilingi pusaka keraton yang dianggap ampuh dan mampu menolak malapetaka. Di daerah gunung Serandil Cilacap, yang terletak ditepi laut selatan, dibangun gedung palereman dan pamujaan, begitu pula di padepokan Jambe Pitu gunung Serandil kebanyakan masyarkat mempercayai ramalan seorang medium yang katanya kerasukan Ki Lengkung Kusumo (petruk) tentng peristiwa keadaan tahun yang akan datang.

Kegiatan ritual masyarakat Kejawen pada umumnya menelenggarakan selametan suro dengan acara sajian bubur dengan lauk pauk tertentu atau jenang manggul disertai dengan bunga setaman dan kepulam kemenyan, kegiatan mencuci pusaka wesi aji yang disebut siraman (kepercayaan sebagian masyarakat, mereka datang dan mengambil berkah lewat cucian air pusaka dengan cara mencuci muka dan bahkan ada yang meminumnya), dan kegiatan berpuasa Suro yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan 10 atau 9 dan 10 suro.

2. Nyadran

Nyadran berarti melaksanakan upacara “sadran” atau sadranan. Upacara ini dilaksanakan pada bulan ruah (jawa) atau sya’ban (Hijriyah) yang dilaksanakan sesudah tanggal 15 sampai dengan menjelang puasa Ramadhan. Kebiasaan atau tradisi ritual yang dilakukan, antara lain :

a) Mandi suci, adalah mensucikan diri lahir dan bathin dalam rangka mempersiapkan ibadah puasa.

b) Mengadakan selametan (wilujengan) dengan menu sajian : kolak, apem, ketan, ambeng, tumpeng, sesaji serta membakar kemenyan.

c) Beriarah kemakam leluhur atau orang-orang yang dianggap bijak atau berjasa; atau juga nyekar tabur bunga (biasanya kembang melati, mawar warna-warni, kantil dan telasih).

3. Ritual selamatan lingkaran hidup seperti hamil 7 bulan, kelahiran, kematian, dan lain-lainnya. Kebanyakan masyarakat Jawa melaksanakan upacara peringatan 7 bulan kehamilan (mitoni), sesuai tradisi yang ada, yaitu yamng hamil menual rujak dengan batu kecil (kerikil), disamping itu dengan bancaan mengundang anak-anak kecil untuk makan ambeng pada nampan. Selain itu uga mengundang tetangga untuk acara do’a bersama dengan upacara tahlilan.

4. Ritual selamatan berkaitan dengan bersih (rikat) desa. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pad abulan Sapar dan Rajab yang selalu dikaitkan dengan bersih kuburan atau rikat kuburan, selanjutnya kegiatan ritualnya dalah acara tumpengan dan do’a bersama. Kegiatan sakral lain seperti ruwatan masih banyak dipegang dan dilestarikan. Menurut keyakinan Kejawen, ruwatan merupakan acara pembebasan anak atau orang yang kelahirannya di anggap tidak menguntungkan atau ada marabahaya dari Batharakala.

5. Rituial selamatan berkaitan dengan tanah pertanian, baik pemggarapan atau saat panen.

6. Ritual berkaitan dengan menolak marabahaya, seperti ngruwat, sedekah bumi dan lain-lainnya.

Laku : Sembahyang dan Olah Rasa

      Laku, sembahyang dan olah rasa merupakan kegiatan peribadatan kebatina yang penting dalam perjalanan hidup dan merupakan cara untuk mencapai puncak peningkatan kekuatan spiritualitas Kejawen, yaitu menuu manunggaling kawulo gusti. Yang ditempuh dalam laku ini adalah kesatuan jiwa dan raga manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa manusia merupakan rasa yang dapat merasakan kedekatan dan bahkan menyatu dengan gusti Yang Maha Kuasa. Rasa adalah tolok ukur pragmatis dari segala mistik orang jawa atau Kejawen. Rasa yang membawa keadaan dirinya menjadi puas, tenang, tentram batin (tentrem ing manah), dan ketiadaan ketegangan.  
     Ngelmu dalam terminologi kejawen menggunakan kata pengawikan jawi, hakekatmya, bukan sekedar pengetahuan, melainkan mengandung kebijaksanaan. Olah pikir dan asah budi para pemikir Jawa senantiasa memakai slogan yang didambakannya aitu mamayu hayuning saliro, mamayu hauning bangsa, mamayu hayuning bawana (memelihara kesejahteran diri, memelihara kesejahteraan bangsa, memelihara kesejahteraan dunia). Konsep ngelmu tersebut adalah sangat jelas dipengaruhi oloeh konsep-konsep islam, yaitu mulai dari persoalan kosmologi sampai dengan adab suami isteri, sebagaimana dalam buku-buku Kejawen Betal jemur atau adam ma’na yyang dipengaruhi oleh kitab mujarobat.

     Disamping kegiatan laku dan olah rasa, sembahyang juga sangat urgen dalam pandangan Kejawen meskipun kata sembahyang dalam terminologi Jawa kuno tidak ada; yang ada adalah kata sembah dan hyang. Sembah berarti menghormati, tunduk; sedangkan hyang berarti dewa atau dewata. Dengan demikian., kesatuan istilah tersebut menjadi sembahyang yang berarti penyembahan kepada dewa atau Tuhan menurut aliran kepercayan Pangestu, konsep sembahyang atau ritual ada 2 cara, yaitu ritual kelompok (bawa raos) dan ritual perorangan (panembah dan pangesti). Tata cara ritual bawa raos meliputi : pangesti pembuka (mohon tuntunan), bawa raos (ceramah), pengungkapan pengalaman –pengalaman dalam penyiswan, pangesti penutup (mohon kesejahteraan), lagu Dandang Gula (eling-eling). Ritual perorangan panembah adalah semacam sembahyang wajib seperti shalat dalam agama islam. Pelaksanaan waktunya sesuai dengan jenjang kesiswaannya, sedangkan pangestia adalah do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dilaksanakan kapan saja. 
    Kegiatan laku dan sembahyang dalam pandangan kebatinan atau Kejawen merupakan cara atau jalan untuk memperdalam olah rasa dalam pencapaian kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Gusti Allah, atau dengan kata lain menuju kesatuan manunggaling kawula gusti.

Rumusan Rekayasa Sosio Kultural dalam Dakwah

     Dari uraian diatas, sistem kepercayan yang pernah dianut oleh masyarakat Jawa pada umumnya adalah Hindu dan Budha sebagai Mainstream keagamaannya. Selanjutnya terjadilah sinkritisme ketika kerajaan-kerajaan atau bahkan di kedua keraton baik Yogyakarta, Surakarta, maupun Mangkunegara yang notabenenya merupakan pusat Kejawen beragama Hindu dan Budha, kemudian dalam proses perkembangan pergantian kekuasaan dikeraton pada saat yang bersamaan teradilah elaborasi Islam kedalam keluarga istana, hanya saa Islamisasi dilakukan secara evolusioner dan tanpa terjadi ketegangan ketika pertemuan antara kedua simbol dan ritus tersebut. Simbol-simbol dan ritus-ritus yang esensinya adalah laku, sembahyang dan olah rasa merupakan dasar atau inti Kejawen dalam pencapaian kesempurnaan hidup tertinggi. Berbagai ritus yang telah mendarah daging di masyarakat kejawen hingga dewasa ini masih sangat kental dan banyak pengikutnya khususnya di pulau Jawa.

Benda Budaya Jawa

Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik. Senjata tikam lain asli Nusantara adalah Kerambit.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.

2.   Konsep Budaya Bali 

1.  Darma
Yaitu : suatu jalan yang halus dan sejuk yang dapat melindungi dan menjaga orang yang mengikuti dan menjauhkan  bencana sehingga menjadi orang yang gembira, tentram dan bahagia. 

2.  Tri Hita Karana :
Konsep keselarasan hubungan yang mendatangkan kebahagiaan. Keselarasan hubungan tersebut meliputi :
~       Keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan.
~       Keselarasan hubungan manusia dengan sesama manusia.
~       Keselarasan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. 

3.  Rwa Bhineda
Konsep dualistik yang mengekspresikan dua katagori yang berlawanan dalam hidup (positif dan negatif, baik dan buruk). Prinsip Rwa Bhineda sama dengan prinsip Yin-Yang dari budaya Cina. 

4.  Karmaphala
Satu dari lima sistem kepercayaan agama Hindu. (Panca Çarada) yaitu :
~       Percaya adanya Tuhan.
~       Percaya adanya atman (roh).
~       Percaya adanya Punarbawa (reinkarnasi).
~       Percaya adanya roh dan leluhur.
~       Percaya adanya karmaphala ó ini yang menjadi konsep budaya masyarakat Bali.

Kegiatan Budaya Bali 

       Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini. Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda/Pinandita mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.
       Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Dalam sekali upacara ini biasanya menghabiskan dana 15 juta s/d 20 juta rupiah (saat ini sudah ada Ngaben massal yang biaya lebih irit).
Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
       Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda/Pinandita yang akan memimpin upacara. Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh masyarakat akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat mayat yang akan dilaksanakan Ngaben. Pagi hari ketika upacara ini dilaksanakan, keluarga dan sanak saudara serta masyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Mayat akan dibersihkan/dimandikan atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan keluarga. “Nyiramin” ini dipimpin oleh orang yang dianggap paling tua didalam masyarakat. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti layaknya orang yang masih hidup. Sebelum acara puncak dilaksanakan, seluruh keluarga akan memberikan penghormatan terakhir dan memberikan doa semoga arwah yang diupacarai memperoleh tempat yang baik.
     Setelah semuanya siap, maka mayat akan ditempatkan di “Bade” untuk diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, “kidung suci”, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat, di depan “Bade” terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan maka “Bade” akan diputar sebanyak 3 kali. Sesampainya di kuburan, upacara Ngaben dilaksanakan dengan meletakkan mayat di “Lembu” yang telah disiapkan diawali dengan upacara-upacara lainnya dan doa mantra dari Ida Pedanda/Pinandita, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi Abu. Abu ini kemudian dibuang ke Laut atau sungai yang dianggap suci. Setelah upacara ini, keluarga dapat tenang mendoakan leluhur dari tempat suci dan pura masing-masing. Inilah yang menyebabkan ikatan keluarga di Bali sangat kuat, karena mereka selalu ingat dan menghormati lelulur dan juga orang tuanya. Terdapat kepercayaan bahwa roh leluhur yang mengalami reinkarnasi akan kembali dalam lingkaran keluarga lagi, jadi biasanya seorang cucu merupakan reinkarnasi dari orang tuanya.

Benda Budaya Bali 

        Di Bali,  masyarakat Hindu sangat percaya bahwa barong dan rangda adalah sebuah pralingga yang beraspek religius  sehingga secara simbolis barong dan rangda diagungkan dan disucikan. Selain yang disucikan ada juga kesenian barong dan rangda yang khusus dipertunjukkan untuk para wisatawan. Pada mulanya, bahan bahan yang dipergunakan untuk membuat barong dan juga rangda sangat sederhana. Misalnya untuk membuat rambut dipergunakan daun pisang yang sudah kering atau lebih dikenal dengan sebutan keraras.
      Secara umum barong dan rangda terbuat dari bahan bahan kayu,  kulit dan juga rambu.Pembuatan barong dan rangda sehingga menjadi benda sacral sangat ditentukan oleh penentuan hari yang baik. Rambut yang umum digunakan sejak dulu adalah berasal dari bulu burung gagak untuk mendapatkan warna hitam,  bulu kokokan untuk mendapatkan warna putih dan praksok untuk mendapatkan warna putih. Tumbuhan praksok banyak tumbuh di rumah rumah penduduk di banjar Puaya. Untuk mendapatkan serat yang lebih putih dan halus daun praksok biasanya akan direndam terlebih dahulu. Kurang lebih duapuluh sampai tigapuluh hari perendaman,  daun praksok akan dijemur sampai kandungan airnya hilang. Setelah kering,  serat praksok ini akan diikat memanjang,  untuk selanjutnya dirangkai sebagai rambut barong. Pada bagian tertentu dari baron, seperti misalnya jenggot dan juga pinggang barong biasanya menggunakan rambut manusia untuk menghiasinya.
        Diyakini bahwa kekuatan terbesar dari barong,  selain pada bagian mata,  juga terdapat pada bagian jenggotnya. Selain menyiapkan rambut barong,  bahan bahan yang terbuat dari kulit juga disiapkan terlebih dahulu. Biasanya bahan kulit yang digunakan adalah kulit sapi.  Lembaran lembaran  kulit akan dibagi sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
Pada barong ada beberapa bagian yang terbuat dari bahan kulit seperti badong,  sekartaji, gelungan,  kampid dara,  cotekan dan juga ekor. Setelah disket terlebih dahulu,  kulit selanjutnya diukir  untuk mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan.
       Bahan lainnya yang sangat perlu dipersiapkan adalah tapel untuk barong dan juga rangda.  Menentukan jenis kayu yang akan digunakan untuk pembuatan tapel barong dan rangda sangatlah penting. Umumnya kayu yang digunakan adalah kayu yang diyakini mempunyai kekuatan magis seperti kayu kapuh atau rangdu dan juga kayu pule. Memahat tapel tidak saja memerlukan ketrampilan tangan,  tapi lebih dari itu harus ada siatu penjiwaan yang total sehingga menghasilkan tapel yang memiliki karakter dan taksu. Pemberian warna pada sebuah tapel barong dan rangda merupakan hal yang betul betul diperhatikan. Dengan warna yang baik serta cocok akan memberikan kesan hidup berwibawa,  serta agung pada barong dan juga rangda.
                 Setelah bahan bahan seperti rambut busana serta tapel selesai dikerjakan proses dilanjutkan dengan  memasang bagian bagian pada kerangka yang sudah disiapkan. Dengan menentukan hari baik terlebih dahulu,  satu persatu bagian dari barong tersebut akan dipasang oleh beberapa orang sangging.  Selain membuat barong dan rangda, masyarakat di banjar Puaya juga memiliki ketrampilan untuk membuat berbagai macam jenis tapel. Masyarakat banjar Puaya juga memliki ketrampilan untuk membuat wayang kulit dan juga kerajinan pis bolong. Mereka mewarisi ketrampilan ini dari para pendahulu mereka secara turun temurun.  Banjar Puaya sebagai banjar pengrajin,  setidaknya menambah deretan desa pengrajin di kabupaten gianyar.

3.     Konsep Budaya Kalimantan

       Suku Bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau),  Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punanmandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua / benua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda. Suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok Proto Melayu (moyang Dayak yang berasal dari Yunnan). 
      Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak atau tidak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar.

Manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :
  • Dayak Mongoloid
  • Malayunoid
  • Autrolo-Melanosoid
  • Dayak Heteronoid

Kegiatan Budaya Kalimantan

Tradisi Penguburan

       Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
  • Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
  • Penguburan di dalam peti batu (dolmen).
  • Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :
  1. Wadah (peti) mayat--> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak.
  2. Wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
Berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :
  1. Lubekng (tempat lungun).
  2. Garai (tempat lungun, selokng).
  3. Gur (lungun).
  4. Tempelaaq dan Kererekng.
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
  1. Penguburan tahap pertama (primer).
  2. Penguburan tahap kedua (sekunder).

Penguburan primer

  1. Parepm Api (Dayak Benuaq).
  2. Kenyauw (Dayak Benuaq).

Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
  • Dikubur dalam tanah.
  • Diletakkan di pohon besar.
  • Dikremasi dalam upacara tiwah.

Prosesi penguburan sekunder

  1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
  2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
  3. Marabia.
  4. Mambatur (Dayak Maanyan).
  5. Kwangkai/Wara (Dayak Benuaq). 
Benda Budaya Kalimantan 

        Salah satu kekayaan budaya itu adalah kerajinan getah kayu nyatu yang berasal dari pohon kayu nyatu. Pohon nyatu sendiri merupakan tanaman eksotis Kalimantan Tengah yang hanya tumbuh di dua wilayah tertentu di provinsi tersebut, yaitu di Kabupaten Pangkalan Bun dan di Kecamatan Bukit Tangkiling, Kota Palangkaraya.
        Getah kayu nyatu dimanfaatkan oleh masyarakat adat suku Dayak di wilayah tersebut sebagai bahan baku untuk pembuatan kerajinan khas suku Dayak, seperti berbagai bentuk perayu, patung masyarakat adat suku Dayak dan berbagai bentuk kerajinan lainnya.
Kini kerajinan getah nyatu telah menjadi salah satu ciri khas provinsi Kalimantan Tengah yang dikembangkan oleh masyarakat dengan dukungan Pemda setempat menjadi barang souvenir yang sangat unik dan menarik dari wilayah tersebut. Sejumlah kelompok usaha masyarakat adat suku Dayak setempat kini mengusahakan kerajinan kayu nyatu tersebut dan telah berkembang menjadi salah satu sektor usaha yang cukup menjanjikan bagi perkembangan ekonomi daerah.
        Dalam proses untuk mendapatkan getah, kata Katutu, para perajin getah nyatu biasanya menebang pohon nyatu. Kemudian batang pohon nyatu di kuliti untuk diambil bagian kulitnya. Selanjutnya, kulit kayu nyatu itu direbus di dalam air mendidih yang sebelumnya telah dicampur dengan minyak tanah. Proses perebusan tersebut dilakukan untuk memisahkan (mengekstrak) getah dari kulit kayu nyatu. Dalam keadaan air rebusan yang masih mendidih, getah pohon nyatu yang sudah terpisah dari kulit pohon itu kemudian diambil untuk selanjutnya direbus kembali untuk memisahkan getah dari sisa-sisa minyak tanah. Getah pohon nyatu yang sudah terpisah dari minyak tanah itu kemudian dipilah-pilah untuk proses pewarnaan. Untuk memberikan warna warni pada getah, Katutu dan para perajin getah nyatu di Kalteng biasanya menggunakan bahan pewarna alami yang diambil dari tanaman asli di Kalteng. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara merebus getah nyatu itu bersama-sama dengan bahan tanaman sumber pewarnaan alam. Biasanya pewarna alami yang dipakai terdiri dari empat jenis warna, yaitu hitam, kuning, merah dan hijau.
         Getah nyatu yang sudah diberi bahan pewarna alam itu kemudian diambil dan dalam keadaan masih panas (dalam rebusan air mendidih) langsung dibentuk dan dianyam menjadi berbagai bentuk kerajinan getah nyatu. Proses pembentukan getah nyatu harus dilakukan dalam keadaan masih panas karena dalam kondisi tersebut getah nyatu masih dalam keadaan meleleh sehingga mudah dibentuk. Sedangkan kalau sudah dingin, getah nyatu sulit dibentuk karena sudah berada dalam keadaan beku.
          Kerajinan anyaman getah nyatu umumnya mengambil bentuk perahu tradisional Dayak yang dilengkapi dengan awak dan berbagai asesorisnya. Bentuk perahu tersebut menggambarkan cerita tersendiri yang diambil dari cerita asli masyarakat suku Dayak di Kalteng. Sebagaimana diketahui di Kalteng sendiri terdapat sejumlah suku Dayak, diantara-nya Dayak Manyan, Kapuas, Bakumpai, Katingan, Kahayan dan Siak atau Ngaju. Bentuk perahu yang biasanya dipergunakan dalam kerajinan anyaman getah nyatu umumnya dicirikan dengan bentuk kepala naga dan kepala burung antang (elang) yang terletak di bagian depan perahu. Perahu yang mengambil bentuk kepala naga biasanya dipakai untuk menunjukkan perahu perang dan perahu untuk upacara adat Tiwah (memindahkan kepala leluhur dalam agama Hindu Kaharingan), namun bentuk kepala naga pada perahu perang dan perahu untuk upacara adat Tiwah sedikit berbeda. Sementara perahu yang mengambil bentuk kepala elang biasanya menggambarkan perahu berburu.
         Perahu perang berkepala naga juga memiliki posisi kepala naga yang berbeda. Posisi kepala naga yang mendongak ke atas menggambarkan bahwa perahu tersebut telah berhasil memenangkan peperangan. Posisi kepala naga lurus menggambarkan perahu sedang menuju ke arah peperangan. Sedangkan posisi kepala naga menunduk ke bawah menggambarkan perahu sedang dalam perang.



Sumber :